Dear Parents…..
Menjadi orangtua bukanlah hanya sekadar status. Menjadi orangtua adalah peran. Peran yang akan dijalani sepanjang hayat dikandung badan. Bagi saya peran ini sungguh istimewa, karena tak semua orang bekesempatan mendapatkannya. Peran ini sungguhlah sebuah keindahan hidup. Mengapa saya katakan indah? Karena dengan menjadi orangtua, kita mengikatkan diri pada kebahagiaan selamanya.
Kebahagiaan yang sempurna karena di dalamnya terkandung segala rasa: tangis-tawa, khawatir-bangga, suka-duka.
Lantas, bagaimana kita akan mampu menjalani peran tersebut? Bila Tuhan sudah memberi amanah, pastilah Dia memberikan perangkat pada diri kita untuk memiliki kemampuan menjalani amanah tersebut. Orangtua hanyalah diminta untuk mengantarkan anak-anaknya menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Betul, kita adalah tiang tempat mereka bersandar. Namun, jauh lebih baik bila anak-anak mampu berdiri tegak di atas kakinya sendiri.
Orangtua, terutama ibu, adalah guru pertama dan utama bagi anak. Lantaran itulah, pola asuh terbaik adalah dengan menjadi teladan bagi mereka. Jadilah orangtua yang penuh kasih sayang. Limpahan kasih sayang kedua orangtua akan membuat anak belajar menyanyangi diri sendiri dan lingkungannya. Kedua orangtua pun wajib memiliki menghargai orang lain. Tak ada yang sama di dunia ini. Perbedaan bukanlah persoalan. Perbedaan justru mendewasakan setiap diri kita. Sehingga sikap saling menghargai atas segala perbedaan memang patut adanya. Kemudian, ajarkan anak dengan tiga kata sakti: terima kasih, tolong, maaf. Maka ia akan memiliki dunia pergaulan yang juga santun padanya. Terhindar dari segala bentuk kekerasan. Yang terjalin justru persahabatan dan persaudaraan.
Orangtua pun perlu bersikap tegas dan tidak mudah goyah dalam soal prinsip. Kenalkan sedini mungkin pada anak-anak bahwa dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam soal agama, moral, norma dan adab pergaulan, kita memegang teguh prinsip tersebut. Berilah teladan dalam keseharian kehidupan kita.
Tak kalah penting, rumah adalah sekolah pertama bagi anak. Karena itu orangtua wajib menciptakan rumah yang hangat, nyaman, dan aman bagi semua penghuninya. Sehingga rumah akan menjadi tempat yang dirindukan untuk kembali dari rutinitas di luar. Kerinduan itu bisa muncul bukan karena kondisi rumah mewah dengan segala fasilitasnya. Bukan itu! Kerinduan muncul karena hangatnya komunikasi yang terjalin, terbukanya sikap, dan penerimaan yang tulus.
Selamat menjadi orangtua. Selamat mengantarkan putra-putri tercinta menjadi manusia dewasa. Ingatlah sebuah pepatah bijak yang mengatakan masalah datang dengan sangat adil. Masalah datang pada semua orang, tetapi tidak dengan jalan keluar. Jalan keluar hanya datang kepada mereka yang mengupayakannya.
Semoga kita mampu menjalankah amanahNYA dengan upaya dan doa tulus tiada henti.
Salam,
Iis R. Soelaeman (Pimred Nakita)
Ibu 3 anak
Anakku Terhebat
Selasa, 23 Juli 2013
Pengantar Buku Anakku Terhebat
Label:
anakku terhebat,
nakita,
parenting,
pengantar
Selasa, 09 April 2013
Anakku Terhebat
Mengajarkan sikap bersyukur, membiasakan sikap mau melayani, membantu anak membuat pilihan, mengajarkan kerapian dan kebersihan, mengajarkan kejujuran, menciptakan suasana keluarga yang akrab dan masih banyak lagi sikap dan nilai yang bisa diterapkan untuk membentuk kepribadian anak. Agar lebih kreatif dalam membentuk kepribadian anak serta menjadikan anak lebih mudah menirukan teladan yang baik dari orang tua padanya maka buku inilah pilihannya:
Dilengkapi dengan:
• Menerapkan sikap-sikap positif pada anak
• Memberikan keterampilan ringan
• Menanamkan nilai-nilai budi pekerti
• Tips-tips mudah membentuk kepribadian anak
Rp. 23.000.-
Dilengkapi dengan:
• Menerapkan sikap-sikap positif pada anak
• Memberikan keterampilan ringan
• Menanamkan nilai-nilai budi pekerti
• Tips-tips mudah membentuk kepribadian anak
Rp. 23.000.-
Rabu, 20 Juli 2011
Kiat Sukses "Menciptakan" Anak Sukses
Banyak anak ingin cerdas dan kreatif, tetapi hanya berhenti pada keinginan saja. Menurut psikolog Tika Bisono, hal itu disebabkan suatu "penyakit" yang mendorong anak selalu mengatakan "tidak bisa" sebelum memulai sesuatu karena tidak percaya diri, dan selalu mengatakan tidak mau kerena alasan gengsi. Selain itu, kurangnya kesadaran untuk berkreasi juga merupakan masalah lain yang memicu anak tidak kreatif. Tika menilai, anak-anak usia remaja perlu menyalurkan potensi ekspresif dan agresifnya pada hal-hal yang positif sehingga kemudian dapat melahirkan sebuah prestasi yang membanggakan. Ia menegaskan, orangtua jangan memandang daya kritis anak-anaknya sebagai sebuah bentuk perlawanan.
"Orangtua dan lingkungan jangan membunuh usaha remaja untuk menjadi kreatif dengan memberikan label nakal, aneh, ataupun nyeleneh," kata Tika, saat menjadi pembicara dalam talkshow "Sukses Mengawal Perkembangan Remaja Melalui Pendekatan Strength Base Parenting" yang digelar PPM School of Management, Sabtu (16/7/2011), di Menteng, Jakarta Pusat.
Tika mengatakan, orangtua harus mampu menjadi seorang creator education bagi anak-anaknya. Jadikan kegagalan orangtua sebagai sebuah referensi berharga untuk anak-anak agar kelak ia tidak mengulangi dan mengulangi kegagalan tersebut.
"Kegagalan orangtua harus dijadikan referensi agar anak-anak tidak mengulanginya. Pribadi kreatif dan best parenting tidak bisa dipisahkan. Itulah mengapa pengalaman orangtua sangat diperlukan," ujarnya.
Dalam talkshow ini, Tika membeberkan tiga pilar utama dalam pendekatan strength base parenting. Pertama, orangtua harus memiliki visi dirinya ingin dipandang sebagai orangtua seperti apa oleh anak-anaknya. Sebagai orangtua yang otoriter, submisif, atau demokratis. Menurutnya, visi antara anak dan orangtua bisa berbeda sehingga ini sangat berguna untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan tersebut.
Kedua, orangtua dan anak harus selalu bersikap positif dan memfokuskan diri pada kelebihannya. Ketiga, orangtua harus membangun hubungan yang kuat secara bersama-sama dengan anak-anaknya.
"Itulah tiga pilar yang saya ambil dan sudah diterapkan di seluruh dunia," kata Tika.
Sementara itu, pengajar Human Resources dan Organizational Behaviour PPM School of Management, Dwi Idawati, mengatakan, kunci sukses strength base parenting dalam pendidikan adalah mencari titik temu antara orangtua dan anak-anak. Menurutnya, banyak orangtua yang terlalu sibuk bekerja sehingga anak-anak seperti berkembang dengan sendirinya.
"Bisakah mereka (orangtua) menjelaskan apa kekuatan dari anak-anaknya. Sebagai orangtua, kita harus tahu dukungan apa yang ingin kita berikan kepada anak. Create sebuah program dan ciptakan suatu visi untuk kebahagiaan anak-anak di masa depan," ujarnya.
Seharusnya, sambung Ida, orangtua harus memberikan informasi pandangan sebanyak-banyaknya terhadap anak-anak khususnya ketika ingin memilih sebuah pendidikan lanjutan. Biarkan anak berpikir dan mengambil keputusan, lalu berikan pandangan terhadap keputusan yang akan dipilihnya. Biasanya, anak tidak mempunyai atau kekurangan informasi tentang apa yang akan dipilihnya.
"Yang terpenting, jangan bandingkan anak-anak dengan orang lain. Me is me,"
tandasnya.
sumber http://edukasi.kompas.com/read/2011/07/18/09394557/Kiat.Sukses.Menciptakan.Anak.Sukses
"Orangtua dan lingkungan jangan membunuh usaha remaja untuk menjadi kreatif dengan memberikan label nakal, aneh, ataupun nyeleneh," kata Tika, saat menjadi pembicara dalam talkshow "Sukses Mengawal Perkembangan Remaja Melalui Pendekatan Strength Base Parenting" yang digelar PPM School of Management, Sabtu (16/7/2011), di Menteng, Jakarta Pusat.
Tika mengatakan, orangtua harus mampu menjadi seorang creator education bagi anak-anaknya. Jadikan kegagalan orangtua sebagai sebuah referensi berharga untuk anak-anak agar kelak ia tidak mengulangi dan mengulangi kegagalan tersebut.
"Kegagalan orangtua harus dijadikan referensi agar anak-anak tidak mengulanginya. Pribadi kreatif dan best parenting tidak bisa dipisahkan. Itulah mengapa pengalaman orangtua sangat diperlukan," ujarnya.
Dalam talkshow ini, Tika membeberkan tiga pilar utama dalam pendekatan strength base parenting. Pertama, orangtua harus memiliki visi dirinya ingin dipandang sebagai orangtua seperti apa oleh anak-anaknya. Sebagai orangtua yang otoriter, submisif, atau demokratis. Menurutnya, visi antara anak dan orangtua bisa berbeda sehingga ini sangat berguna untuk mengidentifikasi perbedaan-perbedaan tersebut.
Kedua, orangtua dan anak harus selalu bersikap positif dan memfokuskan diri pada kelebihannya. Ketiga, orangtua harus membangun hubungan yang kuat secara bersama-sama dengan anak-anaknya.
"Itulah tiga pilar yang saya ambil dan sudah diterapkan di seluruh dunia," kata Tika.
Sementara itu, pengajar Human Resources dan Organizational Behaviour PPM School of Management, Dwi Idawati, mengatakan, kunci sukses strength base parenting dalam pendidikan adalah mencari titik temu antara orangtua dan anak-anak. Menurutnya, banyak orangtua yang terlalu sibuk bekerja sehingga anak-anak seperti berkembang dengan sendirinya.
"Bisakah mereka (orangtua) menjelaskan apa kekuatan dari anak-anaknya. Sebagai orangtua, kita harus tahu dukungan apa yang ingin kita berikan kepada anak. Create sebuah program dan ciptakan suatu visi untuk kebahagiaan anak-anak di masa depan," ujarnya.
Seharusnya, sambung Ida, orangtua harus memberikan informasi pandangan sebanyak-banyaknya terhadap anak-anak khususnya ketika ingin memilih sebuah pendidikan lanjutan. Biarkan anak berpikir dan mengambil keputusan, lalu berikan pandangan terhadap keputusan yang akan dipilihnya. Biasanya, anak tidak mempunyai atau kekurangan informasi tentang apa yang akan dipilihnya.
"Yang terpenting, jangan bandingkan anak-anak dengan orang lain. Me is me,"
tandasnya.
sumber http://edukasi.kompas.com/read/2011/07/18/09394557/Kiat.Sukses.Menciptakan.Anak.Sukses
Langganan:
Postingan (Atom)